SEJARAH JOHOR
Sejarah Johor sudah pun bermula pada tahun 801 M sebagai suatu petempatan perdagangan yang penting. Semasa abad ke-14, kawasan itu menjadi wilayah tanggungan Empayar Majapahitsehingga pemerintahan Kesultanan Melaka (1400-1511) yang mana negeri Johor menjadi pula salah sebuah jajahan pemerintahannya. Pada tahun 1511, Melaka dikuasai oleh pihak Portugis dan Sultan Mahmud Shah , Sultan Melaka ketika itu, melarikan diri ke Pahang dan kemudiannya ke Bentandi Johor. Kesultanan Johor ditubuhkan oleh Sultan Alauddin Riayat Shah II, anakanda Sultan Mahmud Shah, Melaka pada tahun 1528 dimana wilayah jajahan yang diperintah oleh kerajaan ini ialah Johor, Riau, wilayah yang terbentang dari Sungai Klang hingga ke Linggi dan Tanjung Tuan, Muar, Batu Pahat, Singapura, Pulau Tinggi dan pulau-pulau lain di pantai timur Semenanjung Tanah Melayu serta Kabupaten Karimun, Bintan, Bulang, Lingga, Bungaran, Kota Baru, Kampardan Siak di Sumatera.
Monday, July 9, 2018
Sejarah Riau : Sejarah Kesultanan Johor-Riau
Kesultanan Johor-Riau
Kesultanan Johor yang terkadang disebut juga sebagai Johor-Riau atau Johor-Riau-Lingga adalah kerajaan yang didirikan pada tahun 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Syah, putra sultan terakhir Melaka, Mahmud Syah. Sebelumnya daerah Johor-Riau merupakan bagian dari Kesultanan Melaka yang runtuh akibat serangan Portugis pada 1511.
Pada puncak kejayaannya Kesultanan Johor-Riau mencakup wilayah Johor sekarang, Pahang, Selangor, Singapura, Kepulauan Riau, dan daerah-daerah di Sumatera seperti Riau Daratan dan Jambi.
Sebagai balas jasa atas bantuan merebut tahta Johor Sultan Hussein Syah mengizinkan Britania pada 1819 untuk mendirikan pemukiman di Singapura. Dengan ditandatanganinya Traktat London tahun 1824 Kesultanan Johor-Riau dibagi dua menjadi Kesultanan Johor, dan Kesultanan Riau-Lingga. Pada tahun yang sama Singapura sepenuhnya berada di bawah kendali Britania. Riau-Lingga dihapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911.
Pada tahun 1914, Sultan Ibrahim, dipaksa untuk menerima kehadiran Residen Britania. Dengan demikian Johor efektif menjadi koloni Mahkota Britania.
Johor menjadi salah satu negara bagian Malaysia ketika negara itu didirikan pada 1963.
Sesudah kejatuhan Kerajaan Melaka tahun 1511, maka bergantilah kepada Kerajaan Johor. Wilayah kekuasaannya menjadi semakin sempit, yaitu Johor, Pahang, Riau, Lingga dan beberapa daerah tertentu di daratan Sumatera. Kemudiannya ibukota kerajaan dipindahkan ke daerah bagian selatan yaitu Johor dan Riau.
Boleh dikatakan sesudah kejatuhan Melaka, dari berbagai sendi kehidupan mengalami kemunduran, sehinggakan berulang kali ibukota kerajaan berpindah-pindah dari Johor, Bintan, Pekantua, Bintan, Lingga Johor, Bintan dan Johor. Kehancuran kerajaan Johor begitu menyedihkan, terakhir ditandai dengan pertelingkahan antara Raja Kecil dengan Raja Sulaiman.
Syahdan, pada zaman Johor tersebutlah Sultannya yang pertama yaitu
Sultan Alaudin Ri'ayat Syah yaitu putera dari Sultan Mahmud. Kemudian digantikan oleh Sultan Mudzafar Syah, inilah sultan yang suka bermusyawarah dengan orang-orang besar dalam mengambil suatu keputusan.
Kemudian digantikan pula oleh puteranya bergelar Sultan Abdul Jalil Syah. Maka tersebutlah baginda mempunyai tiga orang puteradari gundeknya yang masing-masing bernama Raja Hassan, Raja Hussain dan Raja Mahmud. Kemudiannya Raja Hassan dirajakan di negeri Siak, Raja Hussain dirajakan di Kelantan, dan Raja Mahmud dirajakan di Kampar.
Selanjutnya yang menjadi Sultan adalah puteranya yang bernama Sultan Abdul Jalil Syah, pada masa sultan inilah memerintahkan kepada orang besarnya Laksemana Tun Abdul Jamil (1673) untuk membuat negeri di Riau (Sungai Carang, Hulu Riau). Kemudian menggantikan kerajaan adalah Raja Ibrahim sebagi Sultan dengan Bendaharanya Tun Pekrama Habib bergelar Bendahara Sri Maharaja.
Kemudian Sultan Ibrahim Syah pun pindah ke Riau lalu mengalahkan Jambi dan Siak. Adapun yang menggantikan Ibrahim Syah adalah puteranya bernama Sultan Mahmud Syah, maka baginda itupun berpindah kembali ke Johor. Tiada lama kemudian mangkatlah Bendahara Tun Pekrama Habib, kedudukan Bendahara dilanjutkan oleh puteranya yang menjadi bendahara kerajaan.
Semasa inilah terjadi suatu peristiwa menghebohkan, yakni ketika Sultan
Mahmud terbunuh di Kota Tinggi oleh Laksemana Megat Sri Rama.
Dikarenakan Sultan Mahmud membelah perut Dang Hanum istri daripada Megat Sri Rama, yang kononnya hanya bersebab kepada mengidamkan seulas nangka.
Setelah mangkatnya Sultan Mahmud, maka Bendahara kerajaan anak dari Bendahara Tun Pekrama Habib bergelar Bendahara Sri Maharaja menjadi Sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil IV. Pelantikan ini dilakukan, kononnya di Johor itu tiada lagi keturunan Sultan Mahmud Syah. Tersebutlah Sultan Abdul Jalil IV ini mempunyai tiga orang anak yang masing-masing bernama Raja Sulaiman, Tengku Tengah dan Tengku Kamariah.
Di dalam naskah silsilah Sultan-sultan Siak Sri Indrapura disebutkan, bahwa sebelum Raja Kecil diangkat putera oleh Raja Pagaruyung, beliau diuji dengan beberapa ujian :
Pertama : disandarkan ke pohon jelatang, sebab menurut adat di sana pada
zaman itu, sesiapa yang bukan keturunan raja akan rusak tubuhnya oleh getah jelatang yang gatal itu.
Kedua : dikenakan mahkota Raja Pagaruyung, menurut adat di sana, kalau bukan seorang putera raja yang berhak untuk menjadi raja, maka ia akan kena tulah atau laknat mahkota itu.
Setelah Raja Kecil berhasil melalui ujian itu, beliau diangkat sebagai seorang putera angkat Raja Pagaruyung dengan gelar Yang Dipertuan Cantik Raja Kecil. Sejak itu beliau diajarkan sebagaimana layaknya seorang raja. Setelah bundanya Encik Pong mangkat, maka sekitar tahun 1719 M, timbullah niat Raja Kecil untuk pergi ke Johor menuntutkan bela ayahandanya. Bahkan Raja Pagaruyung membantu niat itu dengan memberikan pengiring yang terdiri dari orang-orang besar dan Hulubalang Pagaruyung.
Di antara orang-orang besar itu, diantaranya yang terkenal adalah :
1. Syamsuddin gelar Sri Perkiraan Raja (Datuk Tanah Datar).
2. Bebas gelar Sri Bejuangsa (Datuk Lima Puluh).
3. Syawal gelar Sri Dewa Raja (Datuk Pesisir).
4. Yahya gelar Maharaja Sri Wangsa (Datuk Hamba Raja).
5. Hamzah gelar Buyung Ancah (Putera Titah Sungai Tarab).
Maka tercatatlah dalam sejarah bahwasanya Sultan Abdul Jalil berkuasa selama sembilan belas tahun dalam kesenangannya dan makmurnya negeri Johor, hingga tiada terduga datanglah Raja Kecil dengan beberapa kelengkapannya melanggar Johor. Tiada berapa lama kalahlah negeri Johor itu kepada Raja Kecil. Sementara Sultan Abdul Jalil bersama keluarga dan orang-orang besarnya melarikan diri kepada suatu kampung. Di sanalah Sultan bermusyawarah dengan orang-orang besarnya, apakah akan meneruskan peperangan ataukah menyerah saja? Akhirnya Sultan Abdul Jalil menyerah dan Raja Kecil menerima penyerahan itu dengan senang hati. Maka hendak diperbaiki barang yang telah cacat itu, dengan bermaksud hendak mendudukkan Sultan Abdul Jalil yang kalah perang itu sebagai Bendahara semula. Tetapi niat baik Raja Kecil dianggap suatu penghinaan. Dalam pada itu, terniat kepada Raja Kecil untuk menghilangkan permusuhan dengan cara menikahi Tengku Tengah anak dari Abdul Jalil itu, maka bertunanganlah mereka itu. Tetapi pada suatu ketika, di Hari Raya, Sultan Abdul Jalil datang bersama putera-puteranya, dan Tengku Kamariah pun dibawa serta. Demi memandang kepada Tengku Kamariah yang elok parasnya, maka tertariklah Raja Kecil, maka dimintanya Tengku Kamariah itu sebagai permaisurinya. Maka tiadalah
Sultan Abdul Jalil itu untuk berkata-kata. Syahdan, makamenikahlah Raja Kecil dengan Tengku Kamariah itu. Dan peristiwa ini, konon, yang menjadi pokok sengketa yang menimbulkan perang berlarut-larut sampai ke anak cucu beliau.
ta'ala, seboleh-bolehnya hamba menutup keaipan Tengku semua,
anak-beranak, adek-beradek.
Syahdan maka menikahlah Upu Daeng Perani dengan Tengku Tengah. Sementara itu Raja Kecil yang mengetahui pernikahan itu, telah bercuriga hatinya maka kemudian bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Konon, setelah menikah Upu Daeng Perani keluar berlayar dari negeri Johor untuk menyusun kekuatan. Sementara itu di dalam kerajaan mengharu-birulah dengan segala kerja yang bersalahan. Konon, ketika Raja Kecil sedang melakukan sembahyang, datanglah Tengku Tengah membawa pulang Tengku Kamariah.
Ketika diketahui oleh Raja Kecil, marahlah ia, dan meminta
engku Kamariah kembali tetapi tiada diperkenankan oleh Tengku Tengah.
Maka datanglah Raja Kecil melanggar kepada Abdul Jalil, tejadilah peperangan. Maka berundurlah Abdul Jalil bersama keluarga dan orang-orang besarnya yang masih setia, keluar dari Johor. Setelah Abdul Jalil keluar dari Johor, bertitahlah Raja Kecil kepada segala menterinya, seraya katanya, Ini Negeri celaka, baik kita pindah ke
Riau.Maka tiada berapa lama berpindahlah ke Riau.
Syahdan, pada zaman Johor tersebutlah Sultannya yang pertama yaitu
Sultan Alaudin Ri'ayat Syah yaitu putera dari Sultan Mahmud. Kemudian digantikan oleh Sultan Mudzafar Syah, inilah sultan yang suka bermusyawarah dengan orang-orang besar dalam mengambil suatu keputusan.
Kemudian digantikan pula oleh puteranya bergelar Sultan Abdul Jalil Syah. Maka tersebutlah baginda mempunyai tiga orang puteradari gundeknya yang masing-masing bernama Raja Hassan, Raja Hussain dan Raja Mahmud. Kemudiannya Raja Hassan dirajakan di negeri Siak, Raja Hussain dirajakan di Kelantan, dan Raja Mahmud dirajakan di Kampar.
Sultan Johor berikutnya adalah Raja Mansor yakni putera dari Sultan Abdul Jalil Syah. Karena tiada menghiraukan akan kerajaan, maka ia digantikan oleh Raja Abdullah bergelar Ahmad Syah. Pada semasa inilah datang penyerangan dari negeri Aceh, maka kalahlah Johor, kemudian berundur ke Lingga, dari Lingga terus ke Tambelan, dan di negeri Kandil Bahar inilah raja Baginda mangkat.
Selanjutnya yang menjadi Sultan adalah puteranya yang bernama Sultan Abdul Jalil Syah, pada masa sultan inilah memerintahkan kepada orang besarnya Laksemana Tun Abdul Jamil (1673) untuk membuat negeri di Riau (Sungai Carang, Hulu Riau). Kemudian menggantikan kerajaan adalah Raja Ibrahim sebagi Sultan dengan Bendaharanya Tun Pekrama Habib bergelar Bendahara Sri Maharaja.
Kemudian Sultan Ibrahim Syah pun pindah ke Riau lalu mengalahkan Jambi dan Siak. Adapun yang menggantikan Ibrahim Syah adalah puteranya bernama Sultan Mahmud Syah, maka baginda itupun berpindah kembali ke Johor. Tiada lama kemudian mangkatlah Bendahara Tun Pekrama Habib, kedudukan Bendahara dilanjutkan oleh puteranya yang menjadi bendahara kerajaan.
Semasa inilah terjadi suatu peristiwa menghebohkan, yakni ketika Sultan
Mahmud terbunuh di Kota Tinggi oleh Laksemana Megat Sri Rama.
Dikarenakan Sultan Mahmud membelah perut Dang Hanum istri daripada Megat Sri Rama, yang kononnya hanya bersebab kepada mengidamkan seulas nangka.
Konon, sejak itu bersalah-salahanlah di dalam negeri Johor itu. Dalam
keadaan yang sedemikian itu salah seorang istri Sultan Mamud yang bernama Encek Pong, yang konon tengah hamil dapat diselamatkan oleh Nakhoda Malim, slah seorang hulubalang yang setia kepada Sultan Mahmud.Setelah mangkatnya Sultan Mahmud, maka Bendahara kerajaan anak dari Bendahara Tun Pekrama Habib bergelar Bendahara Sri Maharaja menjadi Sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil IV. Pelantikan ini dilakukan, kononnya di Johor itu tiada lagi keturunan Sultan Mahmud Syah. Tersebutlah Sultan Abdul Jalil IV ini mempunyai tiga orang anak yang masing-masing bernama Raja Sulaiman, Tengku Tengah dan Tengku Kamariah.
Syahdan Nakhoda Malim yang menyelamatkan Encik Pong yang hamil ke dalam hutan, kemudian dilarikan ke hulu Sungai Johor. Alkisah, pada masa pelarian itulah lahir seorang putera yang dinamakan Raja Kecil. Kemudian dilarikan ke Jambi, ke Indragiri terus ke Pagaruyung. Disinilah beliau dididik dan diasuh, dijadikan putera angkat Raja Pagaruyung.
Di dalam naskah silsilah Sultan-sultan Siak Sri Indrapura disebutkan, bahwa sebelum Raja Kecil diangkat putera oleh Raja Pagaruyung, beliau diuji dengan beberapa ujian :
Pertama : disandarkan ke pohon jelatang, sebab menurut adat di sana pada
zaman itu, sesiapa yang bukan keturunan raja akan rusak tubuhnya oleh getah jelatang yang gatal itu.
Kedua : dikenakan mahkota Raja Pagaruyung, menurut adat di sana, kalau bukan seorang putera raja yang berhak untuk menjadi raja, maka ia akan kena tulah atau laknat mahkota itu.
Setelah Raja Kecil berhasil melalui ujian itu, beliau diangkat sebagai seorang putera angkat Raja Pagaruyung dengan gelar Yang Dipertuan Cantik Raja Kecil. Sejak itu beliau diajarkan sebagaimana layaknya seorang raja. Setelah bundanya Encik Pong mangkat, maka sekitar tahun 1719 M, timbullah niat Raja Kecil untuk pergi ke Johor menuntutkan bela ayahandanya. Bahkan Raja Pagaruyung membantu niat itu dengan memberikan pengiring yang terdiri dari orang-orang besar dan Hulubalang Pagaruyung.
Di antara orang-orang besar itu, diantaranya yang terkenal adalah :
1. Syamsuddin gelar Sri Perkiraan Raja (Datuk Tanah Datar).
2. Bebas gelar Sri Bejuangsa (Datuk Lima Puluh).
3. Syawal gelar Sri Dewa Raja (Datuk Pesisir).
4. Yahya gelar Maharaja Sri Wangsa (Datuk Hamba Raja).
5. Hamzah gelar Buyung Ancah (Putera Titah Sungai Tarab).
Maka tercatatlah dalam sejarah bahwasanya Sultan Abdul Jalil berkuasa selama sembilan belas tahun dalam kesenangannya dan makmurnya negeri Johor, hingga tiada terduga datanglah Raja Kecil dengan beberapa kelengkapannya melanggar Johor. Tiada berapa lama kalahlah negeri Johor itu kepada Raja Kecil. Sementara Sultan Abdul Jalil bersama keluarga dan orang-orang besarnya melarikan diri kepada suatu kampung. Di sanalah Sultan bermusyawarah dengan orang-orang besarnya, apakah akan meneruskan peperangan ataukah menyerah saja? Akhirnya Sultan Abdul Jalil menyerah dan Raja Kecil menerima penyerahan itu dengan senang hati. Maka hendak diperbaiki barang yang telah cacat itu, dengan bermaksud hendak mendudukkan Sultan Abdul Jalil yang kalah perang itu sebagai Bendahara semula. Tetapi niat baik Raja Kecil dianggap suatu penghinaan. Dalam pada itu, terniat kepada Raja Kecil untuk menghilangkan permusuhan dengan cara menikahi Tengku Tengah anak dari Abdul Jalil itu, maka bertunanganlah mereka itu. Tetapi pada suatu ketika, di Hari Raya, Sultan Abdul Jalil datang bersama putera-puteranya, dan Tengku Kamariah pun dibawa serta. Demi memandang kepada Tengku Kamariah yang elok parasnya, maka tertariklah Raja Kecil, maka dimintanya Tengku Kamariah itu sebagai permaisurinya. Maka tiadalah
Sultan Abdul Jalil itu untuk berkata-kata. Syahdan, makamenikahlah Raja Kecil dengan Tengku Kamariah itu. Dan peristiwa ini, konon, yang menjadi pokok sengketa yang menimbulkan perang berlarut-larut sampai ke anak cucu beliau.
Tersebutlah pula beberapa hal yang membuat Sultan Abdul Jalil dan Puteranya Raja Sulaiman merasa sakit hati akan perlakuan dari Raja Kecil itu, terutama Tengku Tengah yang telah dipermalukan. Lalu bermufakatlah dua bersaudara Raja Sulaiman dengan Tengku Tengah yang hendak mendudukkan Tengku Tengah dengan Raja Bugis Upu Daeng Perani itu. Lalu dalam sesuatu jamuan diundanglah Upu-upu itu makan, kemudian Tengku Tengah berdiri di pintu selasar membuka bidai, melipok subang di telinganya sambil ia berkata, Hai! Raja Bugis! Jikalau sungguh tuan hamba berani, tutupkanlah keaipan beta anak beranak, adek-beradek. Maka apabila tertutup keaipan beta semua, maka redhalah beta menjadi hamba Raja Bugis. Jikalau hendak disuruh jadi penanak nasi raja sekalipun! Redhalah beta. Maka apabila Upa (Upu) Daeng Perani mendengar kata
Tengku Tengah itu, maka iapun menjawab, seraya katanya,Insya Allahta'ala, seboleh-bolehnya hamba menutup keaipan Tengku semua,
anak-beranak, adek-beradek.
Syahdan maka menikahlah Upu Daeng Perani dengan Tengku Tengah. Sementara itu Raja Kecil yang mengetahui pernikahan itu, telah bercuriga hatinya maka kemudian bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Konon, setelah menikah Upu Daeng Perani keluar berlayar dari negeri Johor untuk menyusun kekuatan. Sementara itu di dalam kerajaan mengharu-birulah dengan segala kerja yang bersalahan. Konon, ketika Raja Kecil sedang melakukan sembahyang, datanglah Tengku Tengah membawa pulang Tengku Kamariah.
Ketika diketahui oleh Raja Kecil, marahlah ia, dan meminta
engku Kamariah kembali tetapi tiada diperkenankan oleh Tengku Tengah.
Maka datanglah Raja Kecil melanggar kepada Abdul Jalil, tejadilah peperangan. Maka berundurlah Abdul Jalil bersama keluarga dan orang-orang besarnya yang masih setia, keluar dari Johor. Setelah Abdul Jalil keluar dari Johor, bertitahlah Raja Kecil kepada segala menterinya, seraya katanya, Ini Negeri celaka, baik kita pindah ke
Riau.Maka tiada berapa lama berpindahlah ke Riau.
Saturday, February 10, 2018
Monday, February 5, 2018
KERAJAAN GANGGA NAGARA
Gangga Negara dipercayai
merupakan kerajaan Melayu - Hindu lama yang hilang dan ada disebut dalam Sejarah Melayu yang kini merangkumi Beruas, Dinding dan Manjung yang pada masa kini terletak
di negeri Perak, Malaysia. Para penyelidik mempercayai bahawa
kerajaan ini berpusat di Beruas dan ia runtuh selepas serangan oleh Raja Rajendra Chola I dari Coromandel, India Selatan
di antara tahun 1025 dan 1026.
Menurut sebuah lagi catatan sejarah Melayu, Hikayat Merong
Mahawangsa, Gangga Negara mungkin telah diasaskan oleh anak Merong Mahawangsa, Raja Ganjil Sarjuna
dari Kedah, yang dikatakan sebagai keturunan Iskandar Agungatau keluarga diraja Khmer tidak
lewat dari abad ke-2.
Jabatan
Muzium Negara telah mengkaji kerajaan Gangga
Negara dari pelbagai aspek termasuk tradisi lisan yang terdapat di negeri
Perak. Muzium Beruas ditugaskan
untuk membuat penyelidikan dari sudut arkeologi.
Kerajaan Gangga
Negara meliputi Beruas dan Dinding/ Manjung . Artifak arca-arca Buddha abad ke-5 dan ke-6 Masihi yang dijumpai di Beruas menunjukkan kewujudan kerajaan
Gangga Negara ini. Kerajaan Gangga Negara ini berpusat di Beruas.
Pengasas Kerajaan
Gangga Negara ialah Raja Ganjil Sarjuna dari Kedah. Pendapat lain mengatakan
Kerajaan Gangga Negara diasaskan oleh Raja Khmers dari Kemboja.
Menurut kajian
lain, dinyatakan bahawa Kerajaan Gangga Negara wujud tidak lewat dari abad
ke-2 Masihi. Kerajaan Gangga Negara ini dipercayai
terletak di daerah Dinding (Manjong), sekitar kawasan Selatan Gunung Bubu (1657 meter ) arah
timur Bukit Segari di
tepi Sungai Dendang.
Pendapat ini juga menyebut kemungkinan pusat Kerajaan Gangga Negara
berubah-ubah.
Berdasarkan taburan
artifak-artifak purba yang ditemui dan pengaliran cabang Sungai Perak, kerajaan ini dipercayai pernah
berpusat di Pengkalan ( Ipoh ), Lembah Kinta, Tanjung Rambutan, Bidor dan Sungai Siput.
Kewujudan Kerajaan
Gangga Negara dan kemudiannya Kerajaan Melayu Beruas dipersetujui penyelidik
sejarah pada masa kini. Kedua-dua kerajaan tua yang dikatakan pernah bertapak
di bumi Beruas bukanlah suatu kisah dongeng ataupun mitos semata-mata. Ini
berikutan beberapa peninggalan kesan sejarah mengenainya yang masih wujud di
beberapa kawasan negeri Perak amnya dan Beruas khususnya.
Gangga Negara
bererti "bandar di Ganges" dalam bahasa Sanskrit, nama yang dipetik dari Ganganagar di barat laut India di mana
penduduk Kambuja tinggal.
Kambuja merupakan puak Aryan India-Iran dalam keluarga India-Eropah, pada
asalnya tempatan di Pamir dan Badakshan. Terkenal sebagai pedagang Hindu,
mereka membina koloni mereka di Asia Tenggara sekitar 2,000 tahun dahulu di
lembah Mekong dan juga di Kepulauan Melayu di Funan, Chenla, Champa, Khmer, Angkor, Langkasuka, Sailendra, Srivijaya, dll. Pakar sejarah mendapati
pedagang Kambuja mengembara dari Gujarat ke Sri Lanka dan ke Ligor (Nakhon Sri
Thammarat) di utara semenanjung Tanah Melayu, merentasi Thailand dan Kemboja.
Menurut kajian yang
dijalankan oleh Tuan Haji Abdul Hamid Zamburi, berdasarkan buku Geographike
Huphegesis yang ditulis oleh Ptolemy sekitar 150M ada menyebut tentang sebuah
tempat bernama Coconagara yang terletak di Avrea Cheronesvs
(Semenanjung Emas; merujuk kepada Tanah Melayu). Secara fonetiknya,
sebutan Coconagara seakan-akan menyamai sebutan Gangga Negara.
G. Coedes dalam The Indianized States of Southeast Asia berpendapat bahawa
Coconagara itu terletak di tebing Sungai Dinding, sementara Kolonel Low pula
mencadangkan ianya terletak di Sungai Dinding dan Beruas. Jika perkara ini
tepat, maka ketamadunan Melayu di Beruas telah wujud sekurang-kurang sejak abad
kedua tahun Masihi, iaitu merujuk kepada tahun penulisan Ptolemy.
[1]Menurut catatan Hikayat Merong
Mahawangsa, Gangga Negara telah diasaskan oleh anakanda Merong Mahawangsa yang bernama Raja
Ganjil Sarjuna. Kerajaan ini terletak di kawasan Beruas, sekitar selatan Gunung
Bubu, ke arah timur Bukit Segari dan di tepi Sungai Dendang. Kerajaan ini turut
merangkumi kawasan Pengkalan (Ipoh), Lembah Kinta, Bidor, Tanjung Rambutan dan
Sungai Siput ,selain berubah-ubah dipercayai ekoran perubahan aliran
sungai.Gangga Negara merupakan sebuah kerajaan Melayu-Hindu.
Gangga Negara dipercayai sempena nama Sungai Ganges di India, manakala Negara bererti
negeri dalam bahasa Sanskrit. Empayar Gangga
Negara musnah ekoran serangan dan penjarahan Raja Rajendra Chola Deva I dari
Coromandel, India sekitar 1025-1026. Dipercayai bahawa Raja Gangga Negara,
iaitu Raja Gangga Shah Johan terkorban dalam peperangan tersebut.
Penyelidikan
pertama mengenai kerajaan Beruas dimulakan oleh Kolonel James Low pada
tahun 1849 dan satu abad kemudian oleh HG
Qlaritch-Males. Menurut Jabatan Antikuiti dan Muzium, kedua penyelidik
bersetuju bahawa kerajaan Gangga Negara wujud tetapi tidak dapat menentukan
dengan pasti tapaknya. Selama beberapa tahun, penduduk kampung telah menemui
artifak, termasuk nesan dengan tulisan yang menunjukkan bahawa Beruas mungkin
merupakan titik mula penyebaran Islam di Semenanjung Malaysia. Kebanyakan
artifak, dipercayai semenjak kerajaan kuno, kini dipamerkan di Muzium Beruas
bertarikh semenjak abad ke-5 dan ke-6. Artifak yang dipamerkan termasuk meriam
128 kg, pedang, keris pitis, ketulan timah, tembikar dari kerajaan Dinasti Ming
dan pelbagai era, dan tempayan besar.
Melalui artifak ini, ia telah dijangka bahawa Pengkalan (Ipoh), Lembah Kinta, Tanjung Rambutan, Bidor dan Sungai Siput merupakan sebahagian
kerajaan Beruas. Artifak turut mencadangkan bahawa pusat kerajaan mungkin telah
berpindah beberapa kali. Gangga Negara dinamakan menjadi Beruas selepas Islam bertapak
di sana.
Pokok Beruas
Beberapa batu nesan
diraja Aceh turut ditemui di daerah Beruas dan ini mempunyai bukti kaitan
dengan sumber sejarah bahawa putera raja dari Aceh,
Sumatra berehat di bawah pokok Beruas, Namanya Malikul Mansur. Sejarah Pasai ada
menyebut mengenai Malikul Mansur yang dibuang oleh Sultan Malikul Mahmud. Kini
pokok beruas telahpun pupus tetapi masih dapat dijumpai di perkampungan
berhampiran di Pengkalan Baru dan Batang Kubu.
Sunday, February 4, 2018
KERAJAAN MAJAPAHIT
Bincangkan usaha yang dilakukan oleh pemerintah Majapahit bagi mengukuhkan empayarnya.
Pendahuluan :
- Kerajaan Majapahit diasaskan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 Masihi, setelah menewaskan kerajaan Kediri Raja Jayakatwang. Dalam usaha mengalahkan Raja Jayakatwang mendapat bantuan daripada orang-orang Madura yang dihantar oleh Wiraraja.
- Kejayaan Majapahit memperluaskan empayarnya banyak bergantung kepada kewibaan Gajah Mada, beliau merupakan pemimpin yang bertanggungjawab merangka program perluasan empayar Majapahit yang dikenali sebagai sumpahan nusantara/palapa.
- Latarbelakang empayar Majapahit.
Isi :
Perluasan Kuasa :
- Gajah Mada telah melancarkan perluasan politik ke Sumatra pada abad ke-12 Masihi dan Bali pada tahun 1343. ekspdisi ini diketuai oleh Gajah Mada sendiri
- Perluasan empayar teruskan dengan menawan Dompo pada tahun 1357 dengan diketuai oleh Mpu Nala. Majapahit juga terus meluaskan empayarnya dengan menakluki wilayah Lombok, Gurun, Banda, Moluccas dan Wanin.
- Kesan daripada dasar perluasan empayar oleh Gajah Mada, Majapahit telah menjadi sebuah empayar yang cukup terkenal di Alam Melayu ketika itu. Majapahit mempunyai empayar yang luas mencakupi wilayah Wanin di Irian Jaya sehingga ke Langkasuka di Tanah Melayu.
- Semasa pemerintahan Hayam Wuruk beliau telah meneruskan dasar perluasan kuasa yang dilakukan oleh Gajah Mada dengan menguasai beberapa wilayah di Alam Melayu sehinggakan menjadikan Majapahit sebagai kerajaan Maritim yang unggul di wilayah ini.
Lawatan ke Wilayah yang Ditakluki :
- Bagi mengukuhkan empayarnya, Hayam wuruk sering melakukan lawatan ke wilayah-wilayah yang ditaklukinya bagi mengukuhkan hubungannya dengan masyarakat tempatan.
- Lawatan yang dilakukan oleh Hayam Wuruk bukan sahaja mengukuhkan emapayarnya, tetapi telah meningkatkan popularitnya sebagai pemerintah yang agong.
- Bagi memudahkan urusan pemerintahannya, Hayam Wuruk telah persidangan tahunan di Majapahit, semua pemerintah di wilayah-wilayah yang ditakluki dikehendaki hadir ke Majapahit bagi membentangkan laporan.
- Disamping itu persidangan ini dihadiri oleh semua pegawai-pegawai, menteri, ketua menteri, pembantu raja, pemerintah province, pegawai-pegawai daerah dan ketua-ketua kampong dari wilayah luar Jawa.
- Dalam persidangan tersebut Hayam Wuruk mengingatkan para pemerintah supaya menjaga kebajikan, keadilan, menjaga keselamatan penduduk kampong dan menggalakkan rakyat hidup berlandaskan ajaran agama.
Hubungan Diplomatik :
- Hayam Wuruk telah mengadakan hubungan yang erat dengan Negara China, beliau telah menghantar utusan ke Negara China pada tahun 1370, 1375 dan 1377.
- Tujuan beliau menghantar utusan ke negara China bertujuan bagi membantu Majapahit mengukuhkan kedudukan dalam negara. Semasa pemerintahan hayam Wuruk, Majapahit merupakan sebuah negara yang kaya raya hasil daripada kutipan ufti dan cukai yang dibayar oleh pemerintah dan rakyat dari seluruh pelusuk jajahan takluknya.
- Disamping itu Majapahit menjadi pusat perdagangan yang terkenal ketika itu, pegadang-pedagang dari Jambhupida ( India ), Kemboja, negara China, Yawana dan Champa, Goda dan Siam telah mengunjungi Mahajapahit bagi menjalankan aktiviti perdagangan di situ.
Sistem Pentadbiran :
- Semasa pemerintahan Gaja Mada dan Hayam Wuruk Majapahit mempunyai organisasi pentadbiran yang cekap dan tersusun terkandung di dalam kitab Nagarakartagama.
- Kerajaan Majapahit dibahagikan kepada 3 bahagian, iaitu kerajaan pusat (Istana Raja ) Majapahit Tulen ( wilayah asal Majapahit ) dan kawasan jajahan takluk.
- Majapahit mengamalkan system pemerintahan raja berkuasa mutlak dan terdapat sebuah badan yang berfungsi menasihati raja dalam membuat keputusan.
- Bagi urusan pentadbiran negara terdapat tiga golongan pegawai yang telah ditugaskan iaitu golongan Rakyan, Golongan Arya dan golongan Akra. Sistem pentadbiran yang cekap telah menjadikan Majapahit menjadi sebuah emayar yang kuat dan mempunyai jajahan takluk yang banyak.
Kesenian/Kesusasteraan :
- Aspek kesenian telah dijadikan alat untuk mengukuhkan empayar di Majapahit dimana pada zaman pemerintah Hayam Wuruk berlaku perkembangan yang pesat didalam bidang kesenian khususnya kesusasteraan.
- Hasil kesusasteraan yang penting ialah Negarakartagama, Pararathon dan Tantu Pangelaran. Ketiga-tiga karya ini mengandungi kisah tentang kampong-kampung yang pernah dilawati oleh Hayam Wuruk ketika membuat lawatan di Lumanjang.
- Bagi meningkatkan lagi perkembangan bidang kesenian, Hayam Wuruk telah memberikan galakan bagi mengadakan pertunjukan wayang kulit yang merujuk kepada kisah-kisah dalam epik Ramayana dan Mahabaratta. Negarakartagama merekodkan tentang Hayam Wuruk yang mempersembahkan tarian topeng bersama lapan pembesar. Dengan adanya naungan dari pihak pemerintah bidang kesenian telah mengalami perkembangan yang pesat.
Subscribe to:
Posts (Atom)